gokohkan kedudukan, menyalurkan peran, mengikis keangkuhan, menepis kesombongan, mematikan dengki, meredam amarah, melebur serpihan kebatilan. Semua bersatu padu, seakan-akan memiliki kutub magnet di masing-masing sudutnya yang saling tarik menarik dengan kuatnya, demi mengukir cita untuk menyambung keteladanan sejarah dengan membina sang penggagas kebangkitan, yakni para pemuda intelektual yang ditempa dengan kekuatan tarbiyah.
Yaa, ini lingkaran suci itu. Sebuah halaqah ilmu. Bernuansa majelis kecil yang dinaungi oleh para malaikat, ketika mereka bertatap muka, berjabat tangan, menyandungkan bait-bait kalam ilahi, berbagi pengetahuan, hingga di akhir, ketika halaqah ditutup dengan lafazh hamdalah. Seiring itu pula para malaikat melangkah kembali menuju Sang Pemilik Semesta. Mereka berhimpun dalam naungan cinta ilahi. Yang merupakan langkah awal nan pasti dari sebuah halaqah ilmu, Liqa’.
Heran bercampur kagum, raga ini pun masih bertanya-tanya kekuatan apa yang bersembunyi di balik hangatnya lingkaran ini hingga mampu menyihir para aktivis yang dengan antusias ingin memperlebar cakrawala ilmu. Mencari asupan ruh baru. Ruh yang berperan memperbaharui ruhiyah, yang mungkin dengan bergulirnya waktu sedikit demi sedikit terkikis oleh kebatilan yang menyeruak seantero jagat raya yang begitu fana, mengandung berjuta kenikmatan semu.
Aku pun teringat akan indahnya kata-kata Rasulullah yang direkam oleh Imam Muslim, “…Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam halaqah (lingkaran). Beliau bertanya, Apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?”. Mereka menjawab, “kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam”. Maka Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah kami tidak duduk kecuali untuk itu.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat.” (H.R. Muslim)
Sungguh, kali ini aku paham mengapa jasadku begitu sejuk ketika keluar dari majelis itu. Aku sadar mengapa hatiku betapa jernih dan putih layaknya kapas yang tanpa noda ketika lingkaran itu ditutup. Aku ingat betapa mewahnya celupan warna Ilahi, memintal sulam jiwaku untuk kemudian digenggam-Nya. Tak lama kemudian, kuputar rekaman sejarah dalam setiap pertemuan. Menelusuri setiap jejak pertalian kebersamaan, mengais keberkahan Sang Maha Indah, yang kemudian ditenun menjadi jalinan cinta di jalan-Nya untuk saling menyuapi ilmu yang dimiliki.
Tentu saja dalam kumpulan kecil ini kami mengingat Allah, agar Allah mengingat kami dalam kumpulan yang lebih baik. Kami membaca Kitabullah, mengupas isinya, lalu kami dapati bahwa Al-Quran menyuguhkan kami sebuah kenikmatan untuk saling bersaudara dalam cinta dan mentauhidkan Allah. Tidak ada tekad ketika bubar selain saling menguatkan, mendoakan, untuk kemudian muncul suatu harap agar apa yang kami bahas menjadi amal kenyataan. Teringatku pula akan janji Allah ini dalam senandung uraian kata cinta dari Baginda Rasulullah, “Tidaklah suatu kaum berjumpa di suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah, dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi majelisnya, para Malaikat menaungi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan malaikat-malaikat yang ada di sisiNya.” (H.R. Muslim). Subhanallah, inilah ketenangan di mana aku dan mereka yang menjadi sahabat seperjuangan rasakan dalam majelis ilmu ini. Ketenangan hakiki. Keinginan untuk selalu berjumpa. Menanti kedatangan minggu berikutnya untuk kembali menyalurkan hasrat cinta, didekap erat oleh sang Murabbiyah.
Setelahnya, pikirku kembali menerawang. Menuju suatu titik yang tak berujung. Membayangkan bagaimana jika ada seseorang yang tanpa sengaja ikut duduk bersimpul bersama kami. Mendengarkan taujih terbaik dari sang mentor. Membayangkan seseorang yang asing tiba-tiba hinggap dalam majelis kami. “Apakah dia juga akan mendapat apa yang kami dapat?”, pikirku. Padahal skenario ini tanpa perencanaan darinya. Berbeda dengan kami yang dengan rajinnya menjadikan majelis ini sebagai rutinitas pekan yang tak boleh dilewatkan. Jadwal yang telah tersusun. Serta pembagian tugas untuk Fastabiqul Khoirot telah dirangkai indah. Sejenak ku terdiam, tersentak akan suatu hadits yang menyatakan, “… Seorang malaikat berkata, “Rabbi, di majelis itu ada orang yang bukan dari golongan mereka, hanya bertepatan ada keperluan maka datang ke majelis itu. Allah berfirman, “Mereka adalah ahli majelis yang tiada akan kecewa siapa pun yang duduk membersamainya!” (Mutaffaq ‘Alaih, dari Abu Hurairah).
Lagi-lagi bibir ini bergeming, seraya menghadirkan rasa syukur terbaik untukNya. Atas apa yang Allah janjikan ketika kita telah menjadi bagian dari halaqah (lingkaran) itu. Suatu kepastian yang nyata, ketenangan hakiki yang dibersamai langsung oleh kaum yang berasal dari nuur (cahaya). Maka, apa yang engkau cari sekarang sahabat? Mari bergabung bersama kami, bersama mereka, yang senantiasa menghidupkan halaqah untuk mengais mata rantai ilmuNya. Untuk pertemuan ini, aku berpartisipasi sebagai peserta atau pendengar. Kemudian bertukar peran menjadi pengisi dalam majelis ilmu lainnya. Sahabat, begitu nikmat halaqah ini. Temuilah atmosfir cinta dalam majelis kecil ini. Untuk saling mengasah dan memperbaharui iman. Karena sejatinya ruhiyahmu harus senantiasa di-upgrade keberadaannya.
Yaa, ini lingkaran suci itu. Sebuah halaqah ilmu. Bernuansa majelis kecil yang dinaungi oleh para malaikat, ketika mereka bertatap muka, berjabat tangan, menyandungkan bait-bait kalam ilahi, berbagi pengetahuan, hingga di akhir, ketika halaqah ditutup dengan lafazh hamdalah. Seiring itu pula para malaikat melangkah kembali menuju Sang Pemilik Semesta. Mereka berhimpun dalam naungan cinta ilahi. Yang merupakan langkah awal nan pasti dari sebuah halaqah ilmu, Liqa’.
Heran bercampur kagum, raga ini pun masih bertanya-tanya kekuatan apa yang bersembunyi di balik hangatnya lingkaran ini hingga mampu menyihir para aktivis yang dengan antusias ingin memperlebar cakrawala ilmu. Mencari asupan ruh baru. Ruh yang berperan memperbaharui ruhiyah, yang mungkin dengan bergulirnya waktu sedikit demi sedikit terkikis oleh kebatilan yang menyeruak seantero jagat raya yang begitu fana, mengandung berjuta kenikmatan semu.
Aku pun teringat akan indahnya kata-kata Rasulullah yang direkam oleh Imam Muslim, “…Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam halaqah (lingkaran). Beliau bertanya, Apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?”. Mereka menjawab, “kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam”. Maka Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah kami tidak duduk kecuali untuk itu.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat.” (H.R. Muslim)
Sungguh, kali ini aku paham mengapa jasadku begitu sejuk ketika keluar dari majelis itu. Aku sadar mengapa hatiku betapa jernih dan putih layaknya kapas yang tanpa noda ketika lingkaran itu ditutup. Aku ingat betapa mewahnya celupan warna Ilahi, memintal sulam jiwaku untuk kemudian digenggam-Nya. Tak lama kemudian, kuputar rekaman sejarah dalam setiap pertemuan. Menelusuri setiap jejak pertalian kebersamaan, mengais keberkahan Sang Maha Indah, yang kemudian ditenun menjadi jalinan cinta di jalan-Nya untuk saling menyuapi ilmu yang dimiliki.
Tentu saja dalam kumpulan kecil ini kami mengingat Allah, agar Allah mengingat kami dalam kumpulan yang lebih baik. Kami membaca Kitabullah, mengupas isinya, lalu kami dapati bahwa Al-Quran menyuguhkan kami sebuah kenikmatan untuk saling bersaudara dalam cinta dan mentauhidkan Allah. Tidak ada tekad ketika bubar selain saling menguatkan, mendoakan, untuk kemudian muncul suatu harap agar apa yang kami bahas menjadi amal kenyataan. Teringatku pula akan janji Allah ini dalam senandung uraian kata cinta dari Baginda Rasulullah, “Tidaklah suatu kaum berjumpa di suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah, dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi majelisnya, para Malaikat menaungi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan malaikat-malaikat yang ada di sisiNya.” (H.R. Muslim). Subhanallah, inilah ketenangan di mana aku dan mereka yang menjadi sahabat seperjuangan rasakan dalam majelis ilmu ini. Ketenangan hakiki. Keinginan untuk selalu berjumpa. Menanti kedatangan minggu berikutnya untuk kembali menyalurkan hasrat cinta, didekap erat oleh sang Murabbiyah.
Setelahnya, pikirku kembali menerawang. Menuju suatu titik yang tak berujung. Membayangkan bagaimana jika ada seseorang yang tanpa sengaja ikut duduk bersimpul bersama kami. Mendengarkan taujih terbaik dari sang mentor. Membayangkan seseorang yang asing tiba-tiba hinggap dalam majelis kami. “Apakah dia juga akan mendapat apa yang kami dapat?”, pikirku. Padahal skenario ini tanpa perencanaan darinya. Berbeda dengan kami yang dengan rajinnya menjadikan majelis ini sebagai rutinitas pekan yang tak boleh dilewatkan. Jadwal yang telah tersusun. Serta pembagian tugas untuk Fastabiqul Khoirot telah dirangkai indah. Sejenak ku terdiam, tersentak akan suatu hadits yang menyatakan, “… Seorang malaikat berkata, “Rabbi, di majelis itu ada orang yang bukan dari golongan mereka, hanya bertepatan ada keperluan maka datang ke majelis itu. Allah berfirman, “Mereka adalah ahli majelis yang tiada akan kecewa siapa pun yang duduk membersamainya!” (Mutaffaq ‘Alaih, dari Abu Hurairah).
Lagi-lagi bibir ini bergeming, seraya menghadirkan rasa syukur terbaik untukNya. Atas apa yang Allah janjikan ketika kita telah menjadi bagian dari halaqah (lingkaran) itu. Suatu kepastian yang nyata, ketenangan hakiki yang dibersamai langsung oleh kaum yang berasal dari nuur (cahaya). Maka, apa yang engkau cari sekarang sahabat? Mari bergabung bersama kami, bersama mereka, yang senantiasa menghidupkan halaqah untuk mengais mata rantai ilmuNya. Untuk pertemuan ini, aku berpartisipasi sebagai peserta atau pendengar. Kemudian bertukar peran menjadi pengisi dalam majelis ilmu lainnya. Sahabat, begitu nikmat halaqah ini. Temuilah atmosfir cinta dalam majelis kecil ini. Untuk saling mengasah dan memperbaharui iman. Karena sejatinya ruhiyahmu harus senantiasa di-upgrade keberadaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar