Rabu, 16 Mei 2012

KASIHILAH DIRI KITA


“ DAN BARANG SIAPA YANG BERSYUKUR MAKA SESUNGGUHNYA DIA BERSYUKUR UNTUK (KEBAIKAN) DIRINYA SENDIRI dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". ( An-Naml : 40 )

” DAN BARANG SIAPA YANG MENYUCIKAN DIRINYA, SESUNGGUHNYA IA MENYUCIKAN DIRI UNTUK KEBAIKAN DIRINYA SENDIRI. Dan kepada Allah-lah kembali (mu) “ (Al-Faathir :18  ).

Dari tadi pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk keluar rumah.

Di perempatan jalan, Umar,seorang anak kecil berlari-lari menghampiri mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya dengan lembaran plastik.

"Korannya bu ?" tawar Umar berusaha mengalahkan suara air hujan.

Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran.Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang.

"Mau koran yang mana bu?" tanya Umar dengan riang.

"Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau koran tadi pagi aku juga sudah baca," jawab si ibu.

Si Umar kecil itu tampak terpaku, lalu diulurkan kembali uang dua puluh ribu yang dia terima.

"Terima kasih bu, saya menjual koran, kalau ibu mau beli koran silakan, tetapi kalau ibu memberikan secara cuma-cuma, mohon maaf saya tidak bisa menerimanya?, Umar berkata dengan muka penuh ketulusan.

Dengan geram si ibu menerima kembali pemberiannya, raut mukanya tampak kesal, dengan cepat dinaikkannya kaca mobil. Dari dalam mobil dia menggerutu "Udah miskin sombong!".

Kakinya menginjak pedal gas karena lampu menunjukkan warna hijau, meninggalkan Umar yang termenung penuh tanda tanya.

Umar berlari lagi ketepi, dia mencoba merapatkan tubuhnya dengan dinding ruko tempatnya berteduh.Tangan kecilnya sesekali mengusap muka untuk menghilangkan butir - butir air yang masih menempel.Sambil termenung dia menatap nanar rintik - rintik hujan didepannya,

"Ya Tuhan, hari ini belum satupun koranku yang laku," gumamnya lemah.

Hari beranjak sore namun hujan belum juga reda, Umar masih saja duduk berteduh di emperan ruko, sesekali tampak tangannya memegangi perut yang sudah mulai lapar. Tiba - tiba didepannya sebuah mobil berhenti, seorang bapak dengan bersungut - sungut turun dari mobil menuju tempat sampah,

"Tukang gorengan sialan, minyak kaya gini bisa bikin batuk," Dengan penuh kebencian dicampakkannya satu plastik gorengan ke dalam tong sampah, dan beranjak kembali masuk ke mobil.

Umar dengan langkah cepat menghampiri laki - laki yang ada di mobil.

"Mohon maaf pak, bolehkah saya mengambil makanan yang baru saja bapak buang untuk saya makan," pinta Umar dengan penuh harap.

Pria itu tertegun, luar biasa anak kecil didepannya. Harusnya dia bisa saja mengambilnya dari tong sampah tanpa harus meminta ijin. Muncul perasaan belas kasihan dari dalam hatinya.

"Nak, bapak bisa membelikan kamu makanan yang baru, kalau kamu mau."

"Terima kasih pak, satu kantong gorengan itu rasanya sudah cukup bagi saya, boleh khan pak?" tanya Umar sekali lagi.

"Bbbbbooolehh?" jawab pria tersebut dengan tertegun.

Umar berlari riang menuju tong sampah, dengan wajah sangat bahagia dia mulai makan gorengan, sesekali dia tersenyum melihat laki-laki yang dari tadi masih memandanginya.

Dari dalam mobil sang bapak memandangi terus Umar yang sedang makan. Dengan perasaan berkecamuk didekatinya Umar.

"Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus meminta ijinku untuk mengambil makanan yang sudah aku buang," Dengan lembut pria itu bertanya dan menatap wajah anak kecil didepannya dengan penuh perasaan kasihan.

"Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya akan merasakan enaknya makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin kepada pemiliknya, meskipun buat bapak mungkin sudah tidak berharga, tapi bagi saya makanan ini sangat berharga, dan saya pantas untuk meminta ijin memakannya," jawab si anak sambil membersihkan bibirnya dari sisa minyak goreng.

Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak ini sangat luar biasa.

"Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basah dan kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak, tetapi mengapa kamu menolaknya?"

Si anak kecil tersenyum dengan manis, "Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buat saya makan sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau saya mencampakkan gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang menurut Bapak lebih layak, maka sekantong gorengan itu menjadi mubazir, basah oleh air hujan dan hanya akan jadi makanan tikus."

"Tapi bukankah kamu mensia-siakan peluang untuk mendapatkan yang lebih baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran dimana aku yang akan mentraktir," ujar sang bapak dengan nada agak tinggi karena merasa anak didepannya berfikir keliru. Umar menatap wajah laki-laki didepannya dengan tatapan yang sangat teduh,

"Pak !, saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantong gorengan hari ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya dan saya merasa berbahagia, bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup atas anugerah hari ini, bukan menikmati sesuatu yang nikmat dan hebat hari ini tetapi menimbulkan keinginan dan kedahagaan untuk mendapatkannya kembali dikemudian hari."

Umar berhenti berbicara sebentar, lalu diciumnya tangan laki-laki didepannya untuk berpamitan. Dengan suara lirih dan tulus Umar melanjutkan kembali,"Kalau hari ini saya makan di restoran dan menikmati kelezatannya dan keesokan harinya saya menginginkannya kembali sementara bapak tidak lagi mentraktir saya, maka saya sangat khawatir apakah saya masih bisa merasakan kebahagiaannya."

Pria tersebut masih saja terpana, dia mengamati anak kecil didepannya yang sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitan pergi.

"TERNYATA BUKAN DIA YANG HARUS DIKASIHANI, HARUSNYA AKU YANG LAYAK DIKASIHANI, KARENA AKU JARANG BISA BERDAMAI DENGAN HARI INI."

Jika kita meletakkan kebahagiaan di luar diri kita maka kita tidak akan pernah merasa bahagia.

KITA TAK MEMERLUKAN APA-APA UNTUK BAHAGIA. KEBAHAGIAAN ADA DALAM DIRI KITA SENDIRI, PERMASALAHANNYA ADALAH KITA SERING KALI MENCARI KELUAR DARI DIRI KITA UNTUK MENEMUKANNYA.

” Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah (atom), dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar ”.( An-Nisaa’ :40 )

” Sesungguhnya Allah tidak berbuat aniaya kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat aniaya kepada diri mereka sendiri.” (Yunus : 44 )

” Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (An-Nisaa’ 110 )

5 WAKTU YANG KITA RINDU


Sudah berkali-kali, saat adzan berkumandang, pasti terparkir sebuah motor, dengan gerobak baso diatasnya….disebuah pelataran mesjid, dikomplek tempat tinggalku.
Hingga suatu saat, setelah  sholat Magrib, aku coba menyapanya…saat itu lagi hujan besar, pasti nikmat, sambil menyantap baso hangat-hangat..

Mulai jam berapa keluar mas….tanyaku, saya keluar habis zuhur, kata si abang baso, sebut saja mas Amin. dia berkeliling hingga setelah  isya…dari obrolan panjang, tersyirat…kata2 yang sebenarnya sudah lama terpatri dalam hatiku…
” SAYA DAGANG BASO, UNTUK ISI WAKTU SAJA AGAR TAK SIA-SIA SAMBIL IKHTIAR CARI NAFKAH PAK....., YANG UTAMANYA SAMBIL MENUNGGU WAKTU SHOLAT ”. Subhanallah.., jadi Panggilan Allah SWT ( Adzan/Waktu Sholat ) adalah Momen Terbaik dan Tertinggi diatas segala aktifitas duniawi kita.

Disuatu kesempatan, saat adzan Isya, kembali aku temukan…sebuah peristiwa yg mengharukan, saat Tukang baso ini dikerumuni calon pembeli…dengan santunnya dia berucap… maaf sudah Adzan isya’ saya tinggal dulu ke mesjid ya…dan dengan langkah pasti, dia Tinggalkan kerumunan pembeli itu… melaju mantap ke rumah Allah…

Sahabat, di Tangan Allahlah segala bentuk kekayaan, yang dibagikan kepada seluruh makhluk hanyalah setetes air ditengah luasnya samudera, mengapa kita harus takut kehilangan kekayaan yang tak seberapa untuk sejenak memenuhi panggilanNYA ? haruskah panggilan dari Dzat yang memenuhi segala kebutuhan kita, kita akhirkan karena adanya peluang yang mungkin tidak akan datang lagi, lalu siapakah yang menciptakan WAKTU dan Peluang itu sendiri ? jangankan sebuah Peluang, JATAH HIDUP kita saja bisa dicabut kapan saja kalau Allah SWT mau.

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (dalam keadaan berjamaah).” (Al Baqoroh: 43).

Rosululloh telah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku yang ada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan sholat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhori)

Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang buta dan berkata, “Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Rasulullah SAW berkata untuk memberikan keringanan untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya, `Apakah kamu dengar azan shalat?`. `Ya`, jawabnya. `Datangilah`, kata Rasulullah SAW. (HR Muslim 1/452)

Sahabat besar Ibnu Mas’ud rodhiyallohu’anhu berkata tentang orang-orang yang tidak hadir dalam sholat jama’ah: “Telah kami saksikan (pada zaman kami), bahwa tidak ada orang yang meninggalkan sholat berjama’ah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya atau orang yang sakit”.

Wah…masa harus meninggalkan kantor atau rumah setiap kali waktu sholat tiba, bukankah salah satu ruang kantor atau rumah kita bisa kita jadikan Masjid untuk berjama’ah bersama para karyawan lain atau seluruh anggota keluarga ? Ajaran Islam tidak pernah mempersulit pengikutnya untuk melaksanakan ketaatan dan kepatuhan terhadap Allah SWT. selalu ada JALAN MUDAH untuk yang ingin TAAT ATURAN Allah SWT.

DIATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT


Di suatu perkampungan tinggal seorang yang sangat kaya dan orang itu juga terkenal dengan sangat dermawan. Dirinya tidak pernah segan-segan menolong siapa saja yang membutuhkan, ia tidak pandang bulu. Namun dibalik kekayaan yang ia miliki, dirinya tidak memamerkan harta yang dia punya dan dia pun selalu berpenampilan sangat bersahaja.

Pada suatu hari dia didatangi oleh salah seorang penduduk sekampung dan dia pun menyambutnya dengan sangat ramah, padahal penduduk itu sangat miskin.
Penduduk miskin tersebut terkesan buru-buru dan membuat si dermawan itu sedikit
bingung.

”Tuan apa yang bisa aku bantu?” Sapa si pemilik rumah dengan santun.
”Kali ini aku datang tidak meminta batuan apa pun, aku hanya ingin menanyakan sesuatu kepada tuan” Jawab si tamu dengan suara yang tenang sembari menatap tajam
kepada orang yang ada dihadapannya, mendapatkan dirinya ditatap seperti itu, dirinya tetap tenang dan tersenyum, karena memang iniah pembawanya sehari-hari.

”Kalau begitu silahkan Tuan bertanya”
”Tuan begitu kaya raya, kenapa Tuan tidak pernah menceritakan kekayaan Tuan kepada
Penduduk disini?”
”Ha... Ha...Ha... ” Sang dermawan hanya tertawa keras.
”Mengapa Tuan Tertawa” Tanya penduduk miskin yang sudah mulai renta itu dengan
Raut yang tidak senang.
”Aku tertawa, karena tidak paham maksud pertanyaan tuan
”Dikampung ini orang kaya bukan hanya Tuan saja, dan  semua orang kaya di sini selalu
membanggakan kekayaannya sehingga kami menjadi tahu seberapa kaya mereka,sedangkan Tuan, kami tidak pernah tahu seberapa banyak kekayaan yang tuan miliki”

Mendapatkan jawaban itu si Dermawan terdiam dan mencerna setiap kata yang didengarnya lalu dirinya tiba-tiba menarik nafas dalam-dalam, memandang jauh kedepan sehingga yang bertanyapun semakin penasaran.

”Dulu aku juga pernah menjadi orang kaya, aku selalu bercerita kepada semua orang yang aku temui tentang apa yang aku miliki. Bahkan tidak jarang aku melebih-lebihkan. dan setelah bercerita aku begitu bangga” Lanjut penduduk miskin yang belum mendapatkan penjelasan, dirinya mempertegas bahwa dengan bercerita tentang kekayaan yang kita punya akan membuat bangga. Makanya aku heran mengapa Tuan tidak melakukan hal yang sama seperti dirinya dulu atau seperti orang kaya yang ada sekarang.

”Ayolah Tuan bercerita sekali ini saja dan aku berjanji aku tidak akan membocorkan
berapa banyak harta yang tuan miliki” kali ini dia ganti strategi merayu dan berharap
Orang kaya yang ada didepannya mau membocorkan rahasia kekayaannya.

”Maaf Tuan, Aku tidak punya apa-apa yang bisa diceritakan,dan kalaupun ada aku malu
Memberi tahu kepada tuan, sebab apa yang aku miliki hanya sebutir debu dibandingkan
Yang Maha Kaya aku harap tuan memaklumi” Si dermawan pun akhirnya memberikan
Jawaban, saat itu pula penduduk miskin itu tersadar, mengapa selama ini si Dermawan
tidak pernah menggembor-gemborkan harta kekayaanya .

”Ternyata Tuan tidak hanya kaya, tetapi juga bijak” Puji penduduk miskin tersebut yang
diwajahnya tergambar ada semacam penyesalan dalam dirinya kemudian dirinya
melanjutkan ucapannya. ”Andaikan waktu itu bisa diputar kembali aku pun ingin seperti Tuan” . ”Tuan terlalu berlebihan, Percayalah Tuan. ” KITA PUNYA BATANG EMAS, ORANG LAIN PASTI  PUNYA TIMBANGANNYA”

Sahabat,

Kita memang sering mendapatkan orang-orang yang selalu membangga-banggakan apa yang dia miliki,  seorang Ibu yang memuji-muji anaknya didepan orang lain, seorang Motivator atau Trainer yang bercerita tentang kepintarannya dan kedahsyatan Ilmunya agar didengar Audien, juga para orang kaya yang merasa dirinya paling hebat, namun tanpa disadari bahwa dari apa yang mereka ucapkan akan melahirkan ribuan Generasi ’tanggung’ yang mencontoh kebesaran dirinya, mengagungkan dirinya dan lupa akan kemampuan diri sendiri.

Banyak pula orang yang melebih-lebihkan dari apa yang dimiliki, mereka tidak
mau terlihat biasa, mereka gengsi mengakui keberadaan yang sesungguhnya, sehingga
mereka beranggapan dengan seperti itu mereka bisa menutupi yang sebenarnya.
tanpa mereka sadari mereka pun menjadi bagian dari orang yang ” Tong kosong nyaring
bunyinya”. Begitu omongan mereka tidak terbukti dan diketahui orang lain maka
mereka pun mendapatkan masalah baru yaitu harus menanggung malu.

Sejatinya hidup kita tidak perlu membangga-banggakan dengan apa yang kita
punya. Seperti pepatah ”DIATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT”.Takkan ada gunanya kita pamer kepada orang lain. Apa yang kita miliki entah itu ilmu, keluarga maupun harta biarkan orang lain yang menilainya dan roda kehidupanpun terus berputar.

Percayalah kita tidak akan kehilangan kehormatan dan kita juga tidak pernah
takut bahwa orang tidak mengenal siapa kita sesengguhnya. Orang jauh lebih jeli yang ada pada diri kita dan siapa kita sesungguhnya. Banyak orang mendapatkan malu akibat ulahnya sendiri, banyak juga yang hidup tidak tenang akibat perkataannya, merekalah yang selalu bersaha menutupi kenyataan yang ada. Dengan demikian bukankah akan menambah masalah  baru dalam hidup ini?

Sahabat, bandingkan ember yang terisi air hanya setengah dengan ember yang terisi penuh, saat terjadi benturan pasti goncangan pada air yang terisi setengah  itu lebih hebat. Hal ini menggambarkan bahwa apa yang sering kita dengar dari orang yang
hanya memiliki kemampuan setengah-setengah jauh lebih dahsyat, sedangkan orang
yang mampu akan menjadi seperti padi ” Semakin berisi semakin merunduk”.

Sekali lagi kita tidak perlu menilai diri sendiri, biarkan orang lain yang menilai
Karena sesungguhnya merekalah yang lebih paham baik buruknya kita. Dan Allah SWT Maha Tahu apa yang kita sembunyikan dan apa yang kita pamerkan.

” Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.” (An-Nahl :23 )

” Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan? ”. ( Al-Baqoroh :77 )


JANGAN PERNAH MALU MEMILIKI YANG SEDIKIT, ASAL KITA MAMPU MEMBERI WALAU SEDIKIT, karena Yang PUNYA BANYAK belum tentu mampu memberi walau sedikit,

I LOVE ALLAH

Tuhanku,

Aku masih ingat, saat pertama dulu aku belajar mencintai-Mu.

Kajian demi kajian tarbiyah kupelajari,

untai demi untai kata para ustadz kuresapi.

Tentang cinta para nabi, tentang kasih para sahabat,

tentang mahabbah orang shalih, tentang kerinduan para syuhada.

Lalu kutanam di jiwa dalam-dalam,

kutumbuhkan dalam mimpi idealisme yang mengawang di awan.



Tapi Rabbi…

Berbilang hari demi hari dan kemudian tahun berlalu,

tapi aku masih juga tak menemukan cinta tertinggi untuk-Mu,

aku makin merasakan gelisahku membadai

dalam cita yang mengawang, sedang kakiku mengambang.

Hingga aku terhempas dalam jurang dan kegelapan.



Allahu Rahiim, Illahi Rabbii,

perkenankanlah aku mencintai-Mu semampuku.

Perkenankanlah aku mencintai-Mu, sebisaku.

Dengan segala kelemahanku.



Ilaahi,

Aku tak sanggup mencintai-Mu dengan kesabaran menanggung derita.

Umpama Nabi Ayyub, Musa, Isa hingga Al-Mustafa.

Karena itu ijinkan aku mencintai-Mu

melalui keluh kesah pengaduanku pada-Mu,

atas derita batin dan jasadku, atas sakit dan ketakutanku.



Rabbii,

Aku tak sanggup mencintai-Mu seperti Abu Bakar,

yang menyedekahkan seluruh hartanya

dan hanya meninggalkan Engkau dan Rasul-Mu

bagi diri dan keluarganya.

Atau layaknya Umar yang menyerahkan separo hartanya demi jihad.

Atau Ustman yang menyerahkan 1000 ekor kuda untuk syiarkan Dien-Mu.

Ijinkan aku mencintai-Mu,

melalui 100-500 perak yang terulur

pada tangan-tangan kecil di perempatan jalan,

pada wanita-wanita tua yang menadahkan tangan

di pojok-pojok jembatan. Pada makanan-makanan

yang terkirim ke handai taulan.



Illahi,

Aku tak sanggup mencintai-Mu

dengan khusyuknya shalat salah seorang sahabat nabi-Mu,

hingga tiada terasa anak panah musuh terhujam di kakinya.

Karena itu Ya Allah,

perkenankanlah aku tertatih menggapai cinta-Mu,

dalam shalat yang coba kudirikan dengan terbata-bata,

meski ingatan kadang melayang

ke berbagai permasalahan dunia.



Rabbii,

aku tak dapat beribadah ala orang-orang shalih

atau bagai para hafidz dan hafidzah yang membaktikan

seluruh malamnya untuk bercinta dengan-Mu

dalam satu putaran malam.

Perkenankanlah aku mencintai-Mu,

melalui satu – dua rakaat sholat lailku,

atau sekedar sunnah nafilahku,

selembar dua lembar tilawah harianku.

Lewat lantunan seayat dua ayat hafalanku.



Yaa Rahiim,

aku tak sanggup mencintai-Mu semisal para syuhada,

yang menjual dirinya dalam jihad bagi-Mu.

Maka perkenankanlah aku mencintai-Mu

dengan mempersembahkan sedikit bakti

dan pengorbanan untuk dakwah-Mu,

dengan sedikit pengajaran bagi tumbuhnya generasi baru.



Allahu Kariim,

aku tak sanggup mencintai-Mu di atas segalanya,

ijinkan aku mencintai-Mu dengan mencintai keluargaku,

membawa mereka pada nikmatnya hidayah

dalam naungan Islam, manisnya iman dan ketabahan.

Dengan mencintai sahabat-sahabatku,

mengajak mereka untuk lebih mengenal-Mu,

dengan mencintai manusia dan alam semesta.



Perkenankanlah aku mencintaiMu semampuku, Yaa Allah.

Agar cinta itu mengalun dalam jiwa.

Agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku.

Amin

TRIK DITILANG POLISI

Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan menarik ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Dialog antara polisi dan sopir taksi seperti ini.

Polisi (P) : Selamat siang mas, bisa lihat Sim dan STNK?
Sopir (Sop) : Baik Pak…

P : Mas tau..kesalahannya apa?
Sop : Gak pak

P : Ini nomor polisinya gak seperti seharusnya (sambil nunjuk ke plat nomor taksi yg memang gak standar sambil lalu menulis dengan sigap di buku tilang)
Sop : Pak jangan ditilang deh…plat aslinya udah gak tau kemana… kalo ada pasti saya pasang

P : Sudah…saya tilang saja…banyak mobil curian sekarang (dengan nada keras!!)
Sop : (Dengan nada keras juga ) Kok gitu! taksi saya kan Ada STNK nya pak , ini kan bukan mobil curian!

P : Kamu itu kalo di bilangin kok ngotot (dengan nada lebih tegas) kamu terima aja surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna MERAH)
Sop : Maaf pak saya gak mau yang warna MERAH suratnya…Saya mau yg warna BIRU aja

P : Hey! (dengan nada tinggi) kamu tahu gak sudah 10 Hari ini form biru itu gak berlaku!
Sop : Sejak kapan pak form BIRU surat tilang gak berlaku?

P : Inikan dalam rangka OPERASI, kamu itu gak boleh minta form BIRU… Dulu kamu bisa minta form BIRU… tapi sekarang ini kamu Gak bisa… Kalo kamu gak kamu ngomong sama komandan saya (dengan nada keras dan ngotot)
Sop : Baik pak, kita ke komandan bapak aja sekalian (dengan nada nantangin tuh polisi)

Dalam hati saya …berani betul sopir taksi ini …
P : (Dengan muka bingung) Kamu ini melawan petugas!?
Sop : Siapa yg melawan!? Saya kan cuman minta form BIRU… Bapak kan yang gak mau ngasih

P : Kamu jangan macam-macam yah… saya bisa kenakan pasal melawan petugas!
Sop : Saya gak melawan!? Kenapa bapak bilang form BIRU udah gak berlaku? Gini aja pak saya foto bapak aja deh… kan bapak yg bilang form BIRU gak berlaku (sambil ngambil HP)

Wah … wah hebat betul nih sopir …. berani, cerdas dan trendy … (terbukti dia mengeluarkan hpnya yang ada berkamera.
P : Hey! Kamu bukan wartawankan! ? Kalo kamu foto saya, saya bisa kandangin (sambil berlalu)
Kemudian si sopir taksi itupun mengejar itu polisi dan sudah siap melepaskan “shoot pertama” (tiba-tiba dihalau oleh seorang anggota polisi lagi )

P 2 : Mas, anda gak bisa foto petugas sepeti itu
Sop : Si bapak itu yg bilang form BIRU gak bisa dikasih (sambil tunjuk polisi yg menilangnya)

lalu si polisi ke 2 itu menghampiri polisi yang menilang tadi, ada pembicaraan singkat terjadi antara polisi yang menghalau si sopir dan polisi yang menilang. Akhirnya polisi yg menghalau tadi menghampiri si sopir taksi
P 2 : Mas mana surat tilang yang merah nya? (sambil meminta)
Sop: Gak sama saya pak…. Masih sama temen bapak tuh (polisi ke 2 memanggil polisi yang menilang)

P : Sini tak kasih surat yang biru (dengan nada kesal)

Lalu polisi yang nilang tadi menulis nominal denda sebesar Rp.30.600 sambil berkata “nih kamu bayar sekarang ke BRI … lalu kamu ambil lagi SIM kamu disini, saya tunggu”.
S : (Yes!!) Ok pak …gitu dong kalo gini dari tadi kan enak…

Kemudian si sopir taksi segera menjalnkan kembali taksinya sambil berkata pada saya, “Pak .. maaf kita ke ATM sebentar ya .. mau transfer uang tilang . Saya berkata ya silakan.

Sopir taksipun langsung ke ATM sambil berkata, … “Hatiku senang banget pak, walaupun di tilang, bisa ngasih pelajaran berharga ke polisi itu.” “Untung saya paham macam2 surat tilang.”

Tambahnya, “Pak kalo ditilang kita berhak minta form Biru, gak perlu nunggu 2 minggu untuk sidang Jangan pernah pikir mau ngasih DUIT DAMAI…. Mending bayar mahal ke negara sekalian daripada buat oknum!”

Dari obrolan dengan sopir taksi tersebut dapat saya infokan ke Anda sebagai berikut:

SLIP MERAH, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan Dan mau membela diri secara hukum (ikut sidang) di pengadilan setempat.. Itupun di pengadilan nanti masih banyak calo, antrian panjang, Dan oknum pengadilan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilai tilang. Kalau kita tidak mengikuti sidang, dokumen tilang dititipkan di kejaksaan setempat, disinipun banyak calo dan oknum kejaksaan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilang.

SLIP BIRU, berarti kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. Kita tinggal transfer dana via ATM ke nomer rekening tertentu (kalo gak salah norek Bank BUMN). Sesudah itu kita tinggal bawa bukti transfer untuk di tukar dengan SIM/STNK kita di kapolsek terdekat dimana kita ditilang. You know what!? Denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya tidak melebihi 50ribu!